POLITIK, ATENSI.CO- Dalam rapat pembahasan terkait uji publik Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pengendalian hiburan dan rekreasi, yang digelar bersama tokoh agama, adat, dan LSM di ruang rapat DPRD Pohuwato pada Kamis, 15 Mei 2025.
Ketua Komisi III DPRD Nasir Giasi yang juga pengusul ranperda ini menegaskan perlunya regulasi untuk pengendalian tempat hiburan malam.
Sebagai penanggung jawab Ranperda ini, Nasir menyebut bahwa kehadiran elemen masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat, dan LSM sangatlah berharga. Ia pun mengakui belum masuk ke dalam pembahasan pasal-pasal karena tidak ingin menanggung beban dunia akhirat seorang diri.
“Kalau hal ini dibatalkan kemudian tidak dibuatkan Perda, saya juga suka dengan itu. Tapi, kalaupun bapak-bapak yang hadir ini kemudian meminta agar hal ini harus diatur, minimal tanggung jawab dunia akhirat itu bukan hanya saya, bukan hanya lembaga DPRD. Ketika ini sah, maka ada ulama yang menyepakati secara bersama,” tegas Nasir.
Ia menambahkan, jika Ranperda ini dianggap bukan solusi yang konstruktif, maka dibutuhkan kesepakatan bersama agar tidak ada pihak yang disudutkan.
“Sekali lagi, hari ini kalau pun bapak ibu menyatakan tidak perlu ada Perda ini, dan jika Ranperda ini kemudian hanya untuk menyudutkan tempat hiburan malam yang ada di Kabupaten Pohuwato. Tapi dari dua aspek yang saya sampaikan, dari daftar yang kami terima sudah ada 74 kafe dan tempat hiburan yang dekat sekolah, dekat masjid. Itu semuanya berkeliaran,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah daerah tidak punya kekuatan untuk mengatur karena tidak ada regulasi. Bahkan ketika terjadi pembakaran dan keresahan dari ibu-ibu rumah tangga, pemerintah tidak mampu mengendalikannya.
“Itu juga adalah sebuah fenomena yang kemudian hari ini pemerintah kita tidak bisa berbuat banyak, sehingga saya belum ke pasal-pasal,” lanjutnya.
Nasir mengatakan dirinya hanya menginginkan adanya sebuah pernyataan bersama, apakah hal ini akan diatur atau tidak, dan apakah akan dibuatkan Perda atau tidak. Ia menyebut isi dalam seratus pasal Ranperda itu berasal dari para ulama, dan jika perlu, bisa diserahkan kembali kepada mereka untuk diatur. Yang terpenting adalah adanya komitmen bersama dalam bertanggung jawab terhadap pengelolaan tempat hiburan malam.
“Sehingga pada rapat ini, bagi saya, hal kedua adalah bicara pasal-pasal. Tapi saya butuh pemikiran secara bersama, pendapat menghadirkan teman-teman,” tambahnya.
Nasir menekankan bahwa inti permasalahan bukan sekadar isi pasal-pasal. Bahkan dari pertemuan sebelumnya dengan para pelaku usaha hiburan malam, mereka pun tidak setuju. Begitu juga para tokoh masyarakat yang hadir saat ini. Maka dari itu, jika dipaksakan untuk disetujui, dirinya siap bertanggung jawab penuh di akhirat.
“Di saat dua sisi ini seperti mata uang yang berbeda, yang kemudian pada prinsipnya dari aspek sosiologis dan filosofis yang kami angkat sebagai pengusul dalam Ranperda adalah mengatur. Kalau tidak kita atur ini, bapak ibu sekalian, maka akan merajalela,” tegas Nasir lagi.
Ia menambahkan, tanpa regulasi, pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Bahkan aparat hukum pun tidak bisa bertindak karena tidak adanya dasar hukum.
“Jangankan pendapatan asli daerah, pada itu kami pun tidak bisa memungut di situ, walaupun banyak upeti yang disetor, karena tidak ada ruang yang mengatur,” jelasnya. **