POHUWATO, ATENSI.CO – Sampai hari ini, kontroversi adanya penurunan massal penambang lokal di lokasi Pani Gold Project (PGP) masih menuai tanda tanya besar di kalangan masyarakat Pohuwato, khususnya penambang lokal itu sendiri.
Bukan hanya persoalan penertiban masyarakat penambang lokal yang berada di Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, namun sampai hari ini kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (Iup) yang sudah dipindahtangankan kepada pihak perusahaan menjadi kontroversi karena di hal tersebut diduga melanggar aturan yang berlaku.
Menanggapi hal itu, pengacara Asosiasi Perkumpulan Pohuwato Bangkit Bersama Penambang (PPBBP) angkat bicara terkait polemik yang terjadi di masyarakat mengenai legalitas atas proses kerjasama antara perusahaan dan KUD Dharma Tani.
Ini diungkapkan langsung kuasa hukum PPBBP Yaser Y. Wahab kepada sejumlah awak media usai melaksanakan konferensi pers yang berlangsung di Marina Eco Resort (Mer) pada Jumat 30 Desember 2022.
Dr. Yasser Y. Wahab menjelaskan, sampai hari ini proses perlindungan kepada penambang lokal oleh pihak perusahaan Pani Gold Project masih perlu untuk dipertanyakan dari sisi hukum yang ada. Pertama, pada tahun 2015 dilakukan pengalihan IUP oleh KUD sedangkan KUD pada saat itu ada dua ketua yang saling mengklaim sebagai pengurus atau ketua KUD Dharma Tani yang sah dan sedang berperkara di pengadilan.. Namun pengalihan tetap dilakukan ke PT.PETS sementara yang mengalihkan IUP tersebut dari sisi hukum, belum mempunyai apa yang biasa kita kenal dengan legal standing .
Memang terjadi perdamaian di tahun 2016 namun pada saat yang sama ada proses kasasi di MA.
Kemudian Yasser menyinggung kerjasama yang di lakukan KUD Dharma Tani dengan pihak perusahaan dalam hal ini PT PETS dimana KUD memiliki saham 51 persen, persoalannya apakah IUP itu bisa dialihkan? kalau bisa dialihkan, apakah sudah memenuhi syarat? karena memang pengalihan IUP ini harus mempunyai syarat kelayakan yang jelas seperti finansial, tehnis, administratif, amdal dan masih banyak lagi, sehingga ada ketimpangan berdasarkan undang-undang dalam kerjasama ini.
“Misalnya jika kita mengacu pada undang-undang nomor 4 tahun 2009, disitu dikatakan ada tahapan kegiatan yang sudah selesai atau persyaratan minimal yang harus dipenuhi jika iup dialihkan. namun nyatanya sampai hari ini pihak perusahaan masih melakukan explorasi. Padahal pemindahan boleh dilakukan kalau semua kegiatan eksplorasi telah selesai. Sehingga tidak bisa dipungiri kalau ada gesekan dengan penambang lokal. Bahkan saya pernah audensi dengan Bupati, sampai hari ini belum ada orang yang mampu menghitung berapa jumlah penambang lokal dan apakah sudah didata oleh KUD maupun perusahaan,” tuturnya.
Saat ditanyai kewenangan pihak kepolisan yang menjadi tameng utama perusahaan dalam menertibkan penambang lokal, dengan tegas Yasser mengatakan, hal tersebut tidak semerta-merta melakukan tindakan kepada masyarakat penambang lokal tanpa memenuhi prosedur yang ditetapkan oleh instansi kepolisian itu sendiri dan koordinasi antar lembaga yang memiliki kewenangan dalam pertambangan
“Artinya jika ada terjadi penindakan, hal yang ditakutkan adalah ada miskomunikasi terbangun antara masyarakat dan aparat penegak hukum tersebut. Sehingga rawan terjadi gesekan akibat aparat dan masyarakat salah memahami,” tegasnya.
Bahkan, menurut Yasser, beberapa bulan kemarin, Boyke Poerbaya Abidin selaku chief external perusahaan PGP pernah berkata bahwa masyarakat penambang lokal harus mengosongkan areal tambang, sehingga pernyataan tersebut menurut Yasser tidak memiliki dasar apapun.
“Sebagai contoh pernyataan Boyke, bahwa masyarakat penambang harus mengosongkan areal tambang, saya menilai adalah prematur karena dia tidak memiliki hak atau kewenangan atas hal tersebut, kewenangan sosial ada pada pemerintah daerah dalam hal ini Bupati. Tentu saja ucapan Boyke dapat memicu gesekan atau berkurangnya simpati masyarakat penambang kepada perusahaan,’ imbuhnya.
Terakhir, dirinya membeberkan kehadiran asosiasi PPBBP bukan menjadi kontra perusahaan Pani Gold Project maupun Koperasi Unit Desa (KUD) Dharma Tani, akan tetapi asosiasi ini hadir untuk sama-sama mencari solusi demi keberlangsungan pertambangan untuk kemajuan pohuwato dan masyarakat penambamg Pohuwato pada umumnya. terutama penambang lokal itu sendiri.
“Asosiasi ini lebih bagaimana melihat hak-hak masyarakat dalam pandangan hukum dan budaya. bukan persoalan berani atau tidak ,apapun dilakukan orang yang melanggar hak kita tentu akan di tuntut. Intinya step by step kita lakukan sesuai dinamika yang ada,” tandasnya.**