ATENSI.CO, KOTAMOBAGU- Para pengrajin sapu ijuk tradisional di Desa Sia masih tetap exis ditengah persaingan dengan sapu modern berbahan baku plastik yang kini tersedia di toko-toko dan super market.
Menurut salah satu pengrajin sapu ijuk di Desa Sia’ Kecamatan Kotamobagu Utara, Maurina Gelanggina, strategi pasar yang mereka lakukan ditengah persaingan adalah dengan tetap mempertahankan kwalitas sapu ijuk dan juga harga yang bersaing.
“Meski tak mudah lagi mendapatkan bahan baku, sperti ijuk, bamboo dan rotan. Kami tetap menjaga kualitas dan harga juga terjangkau bagi kalangan bawah, menengah maupun atas,” ucap Maurina, Selasa (30/07/2019) kemarin.
Maurina yang ditemani anaknya Krisno Baeng, menceritakan, usaha sapu ijuk itu sudah digelutinya bersama suaminya Baat Baeng, kurang lebih sekira 23 tahun saat baru mulai berumah tangga. Namun, hingga saat ini sapu ijuk miliknya masih tetap digemari konsumen, karena kualitasnya yang tetap baik dengan harga yang bervariasi dan relatif murah, antara Rp 5.000 sampai Rp 7000 per batang.
“Kalau dia borong harganya Rp 5000, tapi kalau dijual eceran Rp 7000. Biasanya pada saat bulan Puasa banyak yang pesan, ” ujarnya.
Permintaan pasar terhadap sapu ijuk buatannya itu, lanjut Maurina, terus mengalami peningkatan. Bahkan pemesannya pun hingga ke luar daerah.
“Kemampuan produksi dalam seminggu rata-rata 100 batang. Untuk pasarannya sampai Tompaso, Amurang, Posigadan dan beberapa daerah lain,” katanya.
“Sekali bawa itu 100 Batang. Semuanya laku terjual, keuntungannya bisa sampai 400 ribu dalam sekali penjualan,” tandasnya.
Diinformasikan, Desa Sia’ merupakan penghasil sapu ijuk di Kota Kotamobagu. (*)