Nasib Honorer Diujung Tanduk, DPRD Beri Penekanan Dinas Pendidikan Pohuwato

POLITIK, ATENSI.CO – Nasib honorer di pemerintahan sedang dipertaruhkan. Masa kerja tenaga honorer ini diketahui akan berakhir pada November tahun 2023 mendatang. Itu artinya, pada tahun 2024 nanti tak ada lagi tenaga honorer di badan instansi pemerintah.

Menanggapi hal itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pohuwato menggelar rapat gabungan komisi yang dipimpin langsung Ketua DRPD Nasir Giasi, bersama Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Badan Kepegawaian dan Kepala Dinas Kesehatan, dalam rangka mengevaluasi pengangkatan PPPK, digelar langsung di Aula Rapat DPRD, Rabu, 2 November 2022.

Sebelumnya, ini sudah menjadi ketentuan sebagaimana tertuang dalam peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK. Ketentuan ini cukup memberikan rasa was – was kepada honorer di tanah air, termasuk di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo.

Bagaimana tidak, jika honorer ini tidak tercover pada PPPK atau masuk seleksi CPNS, maka banyak dari mereka akan diistirahatkan. Jauh sebelum itu terjadi, DPRD Pohuwato bersama pemerintah daerah telah memberikan perhatian serius agar para honorer ini didorong masuk PPPK.

Nasir Giasi ketua DPRD Pohuwato menjelaskan, saat ini pemerintah pusat sudah memberikan kebijakan untuk merekrut 617 orang PPPK.

“Sekarang Pemerintah Pusat sudah memberikan kebijakan, tahun ini kita merekrut lagi kurang lebih 617 orang PPPK. Kami DPRD berharap agar 617 orang ini bisa diserap menjadi pegawai dengan status PPPK karena anggarannya sudah tersedia dan penilainnya kan sudah diserahkan ke daerah, apalagi yang guru,’’ terang Nasir Giasi.

Dalam rapat tersebut juga terungkap bahwa saat ini guru honorer di Pohuwato masih tersisa285 orang. DPRD pun mendorong Pemerintah Daerah untuk memperjuangkan agar 285 guru honorer ini bisa tercover secara penuh ke dalam PPPK.

Ia pun mewanti agar jangan sampai para guru honorer itu terhambat masuk PPPK hanya karena persoalan tekhnis, urusan Surat Keputusan (SK), ketidak senangan kepala sekolah dengan guru honorer hanya karena ada persoalan pribadi.

“Dinas Pendidikan harus hadir memediasi, menerbitkan SK mereka dan memediasi persoalan yang mungkin ada ketidak senangan Kepala Sekolah kepada guru honorer sehingga ini tidak jadi penghambat,” tutup Nasir.**

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *